Minggu, 28 Agustus 2011

Cara Iblis Menggoda Manusia


 

Tahukah kau Muhammad, dusta berasal dari diriku?
Akulah mahluk pertama yang berdusta.
Pendusta adalah sahabatku. barangsiapa bersumpah dengan berdusta, ia kekasihku.
Tahukah kau Muhammad?
Aku bersumpah kepada Adam dan Hawa dengan nama Allah bahwa aku benar-benar menasihatinya. Sumpah dusta adalah kegemaranku. Ghibah (gosip) dan Namimah (adu domba) kesenanganku. Kesaksian palsu kegembiraanku. Orang yang bersumpah untuk menceraikan istrinya ia berada di pinggir dosa walau hanya sekali dan walaupun ia benar. Sebab barang siapa membiasakan dengan kata-kata cerai, isterinya menjadi haram baginya. Kemudian ia akan beranak cucu hingga hari kiamat. Jadi semua anak-anak zina dan ia masuk neraka hanya karena satu kalimat, Cerai.

Wahai Muhammad, umatmu ada yang suka mengulur ulur salat. Setiap ia hendak berdiri untuk salat, aku bisikan padanya waktu masih lama, kamu masih sibuk, lalu ia manundanya hingga ia melaksanakan salat di luar waktu, maka shalat itu dipukulkannya kemukanya.

Jika ia berhasil mengalahkanku, aku biarkan ia salat. Namun aku bisikkan ke telinganya 'lihat kiri dan kananmu', ia pun menoleh. Pada saat itu aku usap dengan tanganku dan kucium keningnya serta aku katakan 'salatmu tidak sah'. Bukankah kamu tahu Muhammad, orang yang banyak menoleh dalam salatnya akan dipukul.

Jika ia salat sendirian, aku suruh dia untuk bergegas. Ia pun salat seperti ayam yang mematuk beras.

Jika ia berhasil mengalahkanku dan ia salat berjamaah, aku ikat lehernya dengan tali, hingga ia mengangkat kepalanya sebelum imam, atau meletakkannya sebelum imam.
Kamu tahu bahwa melakukan itu batal salatnya dan wajahnya akan diubah menjadi wajah keledai.

Jika ia berhasil mengalahkanku, aku tiup hidungnya hingga ia menguap dalam salat.
Jika ia tidak menutup mulutnya ketika menguap, syaithan akan masuk ke dalam dirinya, dan membuatnya menjadi bertambah serakah dan gila dunia. Dan ia pun semakin taat padaku.

Kebahagiaan apa untukmu, sedangan aku memerintahkan orang miskin agar meninggalkan salat. Aku katakan padanya, "kamu tidak wajib salat, salat hanya wajib untuk orang yang berkecukupan dan sehat. Orang sakit dan miskin tidak. Jika kehidupanmu telah berubah baru kau salat."
Ia pun mati dalam kekafiran. Jika ia mati sambil meninggalkan salat maka Allah akan menemuinya dalam kemurkaan.

Wahai Muhammad, jika aku berdusta Allah akan menjadikanku debu.
Wahai Muhammad, apakah kau akan bergembira dengan umatmu padahal aku mengeluarkan seperenam mereka dari Islam?"


Senin, 22 Agustus 2011

Perang Yarmuk


Penaklukan Islam di Siriah



Tanggal Agustus 636
Lokasi Dekat sungai Yarmuk
Hasil Kemenangan Muslim
Perubahan wilayah Palestina, Suriah dan Mesopotamia dikuasai oleh Kekhalifahan Islam

Pihak yang terlibat
Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium),
Kelompok Ghassanid,
Kerajaan Armenia,
Georgia
Sekutu Eropa
Arab Muslim (Khulafaur Rasyidin)
Komandan
Heraclius
Kaisar Konstantin III[1]
Theodorus Trithurius
Jabalah VI bin Aiham
Dairjan[2]
Vahan(Mahan[2])
Qanatir (Buccinator)[2]
Gregory[2]
Khalid bin Walid
Abu Ubaidah bin Jarrah
Amru bin Ash
Syurahbil bin Hasanah
Yazid bin Abu Sofyan
Kekuatan
20,000 - 150,000
(perkiraan modern)[3] 100,000 - 400,000
(sumber asli)[4][5]
7,500 - 40,000
(perkiraan modern)[6] 24,000 - 40,000
(sumber asli)[7]
Jumlah Korban
45% terbunuh
(perkiraan modern)[2] 50,000 terbunuh
(perkiraan modern)[8]
70,000 - 120,000 terbunuh
(sumber asli)[9]
4,000 terbunuh[2]


Pertempuran Yarmuk (Arab: معركة اليرموك) adalah perang antara Muslim Arab dan Kekaisaran Romawi Timur pada tahun 636. Pertempuran ini, oleh beberapa sejarawan, dipertimbangkan sebagai salah satu pertempuran penting dalam sejarah dunia, karena dia menandakan gelombang besar pertama penaklukan Muslim di luar Arab, dan cepat masuknya Islam ke Palestina, Suriah, dan Mesopotamia yang rakyatnya menganut agama Kristen. Pertempuran ini merupakan salah satu kemenangan Khalid bin Walid yang paling gemilang, dan memperkuat reputasinya sebagai salah satu komandan militer dan kavaleri paling brilian di zaman Pertengahan. Pertempuran ini terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, khalifah Rasyidin kedua.
Pertempuran ini terjadi empat tahun setelah Nabi Muhammad meninggal pada 632. Dia dilanjutkan oleh khalifah pertama, Abu Bakar, yang mencoba membawa seluruh bangsa yang bertutur bahasa Arab di bawah kendali Muslim. Pada 633 pasukan Muslim menyerang Suriah, dan setelah berbagai penghadangan dan pertempuran kecil berhasil merebut Damaskus pada 635. Kaisar Romawi Timur Heraclius mengatur sebuah pasukan sekitar 40.000 orang setelah mengetahui lepasnya Damaskus dan Emesa. Pergerakan pasukan Romawi Timur yang besar ini, menyebabkan Muslim di bawah Khalid ibn Walid meninggalkan kota-kota, dan mundur ke selatan menuju Sungai Yarmuk, sebuah penyumbang Sungai Yordan.
Sebagian pasukan Romawi Timur di bawah Theodore Sacellarius dikalahkan di luar Emesa. Muslim di bawah Khalid ibn Walid bertemu komandan Romawi Timur lainnya, Baänes di lembah Sungai Yarmuk pada akhir Juli. Baänes hanya memiliki infantri untuk melawan kavaleri ringan Arab, karena Theodor telah mengambil kebanyakan kavaleri bersamanya. Setelah sebulan pertempuran kecil-kecilan, tanpa aksi yang menentukan, kedua pasukan akhirnya berkonfrontasi pada 20 Agustus.
Menurut sumber Muslim, datanglah pertolongan Allah SWT. kepada tentara Islam dengan berhembusnya angin selatan yang kuat meniup awan debu ke muka orang Kristen, kejadian ini sama persis seperti yang terjadi pada pasukan persia dalam pertempuran Qadisiyyah. Prajurit menjadi lesu di bawah panas matahari Agustus. Meskipun begitu Khalid terdorong mundur, namun meskipun jumlah pasukannya hanya setengah prajurit Romawi Timur, mereka lebih bersatu dari pada pasukan multinasional Tentara Kekaisaran yang terdiri dari orang Armenia, Slavia, Ghassanid dan juga pasukan Romawi Timur biasa.
Menurut beberapa sumber, Muslim berhasil memengaruhi unsur-unsur di pasukan Romawi Timur untuk beralih sisi, tugas ini dipermudah oleh kenyataan bahwa Kristen Arab, Ghassanid, belum dibayar selama beberap bulan dan yang Kristen Monophysitenya ditekan oleh Ortodoks Romawi Timur. Sekitar 12.000 Arag Ghassanid membelot. Kemajuan pasukan Kristen di sisi kanan, menuju kamp berisi wanita Arab dan keluarganya, akhirnya diusir dengan bantuan dari beberapa wanita Arab. Dan memperbaharui serangan-balik. Kebanyakan prajurit Baänes dikepung dan dibantai, atau digiring menuju kematiannya di sebuah jurang terjal. Sebagai hasilnya, seluruh Suriah terbuka bagi Muslim Arab. Damaskus direbut kembali oleh Muslim dalam waktu sebulan, dan Yerusalem jatuh tidak lama kemudian.
Ketika bencana ini terdengar Heraclius di Antioch, dinyatakan dia mengucapkan selamat tinggal kepada Suriah, berkata, "Selamat tinggal Suriah, provinsiku yang indah. Kau adalah seorang musuh sekarang"; dan meninggalkan Antiokia ke Konstantinopel. Heraclius mulai memusatkan pasukannya untuk mempertahankan Mesir.

Perahu Nabi Nuh


Menakjubkan: Perahu Nabi Nuh AS Telah Ditemukan Melalui Penelitian Ilmiah (revised and completed)

Umat Nabi Nuh A.S yang ditenggelamkan oleh Allah SWT karena kedurhakaannya seperti dikisahkan dalam Al-Qur’an, sudah menemukan pembuktian kebenarannya secara ilmiah. Sejak tahun 1949, sudah ditemukan lokasinya dan kemudian dilakukan penggalian oleh penelitian tim antropolog yang dipimpin oleh Prof. Ron Wyatt di Turki sejak tahun 1977. 

 

Penemuan Awal
Pemotretan awal oleh Angkatan Udara AS di tahun 1949 tentang adanya benda aneh di atas Gunung Ararat-Turki, dengan ketinggian 14.000 feet (sekitar 4.600 meter).
Kemudian, awal tahun 1960, berita dalam Life Magazine: Pesawat Tentara Nasional Turki menangkap sebuah benda mirip perahu di
puncak gunung Ararat yang panjangnya 500 kaki (150 meter) yang diduga perahu Nabi Nuh AS (The Noah’s Ark)



Foto-foto tahun 1999-2000 
Seri pemotretan oleh Penerbangan AS IKONOS tahun 1999-2000 tentang dugaan adanya perahu di Gunung Ararat yang tertutup salju.

Peta Lokasi Perahu Nabi Nuh





 






picture2.jpg

a

Pengukuran di Atas Perahu





a

Struktur Perahu menurut para arkeolog yang menemukannya
picture3.jpg
a

a

Bentuk Perahu Nabi Nuh AS

Minggu, 21 Agustus 2011

Khulafa al-Rasyidin

Khulafa ar-Rasyidin atau Khulafa ar-Rasyidun (jamak kepada Khalifatur Rasyid) bererti wakil-wakil atau khalifah-khalifah yang benar atau lurus. Mereka waris kepimpinan Rasulullah selepas kewafatan baginda Nabi Muhammad s.a.w.. Perlantikan mereka dibuat secara syura iaitu perbincangan para sahabat atau pilihan khalifah sebelum. Selepas pemerintahan ini, kerajaan Islam diganti oleh kerajaan Ummaiyyah.




Khulafa ar-Rasydin terdiri daripada empat sahabat:
  • Saidina Abu Bakar, 632-634 M
  • Saidina Umar bin Khtab, 634-644 M
  • Saidina Ustman bin Affan, 644-656 M
  • Saidina Ali bin Abi Thalib, 656-661 M
Selepas kematian Saidina Ali, pemerintahan jatuh kepada Muawiyah yang mengasaskan Kerajaan Bani Ummaiyyah.


KAITAN

Hassan bin Ali dan Umar bin Abdul Aziz sering dikaitkan dengan Khulafa ar-Rasyidin.
Hassan bin Ali
Setelah ayahnya, Ali, meletakkan jawatan demi keamanan Muslimin, walaupun pucuk pemerintahan sudah diambil Muawiyah, penyokong Ali telah mengangkat Hassan sebagai khalifah di Iraq tetapi telah digulingkan oleh Muawiyah dalam tahun yang sama. Pilihan ini dirakam sebagai pilihan waris pertama dalam sejarah khalifah kerana tiada persetujuan am diadakan. Muawiyah kemudian memulakan zaman Ummaiyyah, zaman khalifah warisan yang pertama.
Umar bin Abdul Aziz
Beliau memang seorang khalifah pada zaman Ummaiyyah dan ternyata bukan antara Khulafa ar-Rasydin. Dikenali sebagai Umar ІІ, beliau juga dikenali sebagai seorang khalifah yang agung kerana menyerupai datuknya, Umar І (Saidina Umar Al-Khatab) dari segi sikap tegas tetapi adil dan kesentosaan yang dibawa kepada wilayahnya semasa wilayah itu sedang kucar-kacir; punca beliau diangkat untuk memerintah. Keagungan dan keadilan beliau menyebabkan beliau dikenali dalam sejarah yang disebarkan luas ke mana-mana Islam disebarkan. Hal ini menyebabkan beliau lebih terkenal daripada Hassan bin Ali dan disalah anggap sebagai antara Khulafa ar-Rasyidin.
Namun begitu para ulama' bersepakat dan mengakui mengatakan bahawa beliau adalah mujaddid bagi kurun pertama Hijrah


Khalifah Abu Bakar as-Siddiq

Semasa Rasulullah s.a.w. sedang sakit tenat, baginda mengarahkan supaya Saidina Abu Bakar mengimamkan solat orang Islam. Selepas kewafatan Nabi Muhammad s.a.w., sebuah majlis yang dihadiri oleh golongan Ansar dan Muhajirin ditubuhkan untuk melantik seorang khalifah bagi memimpin umat Islam. Hasil daripada perjumpaan itu, Saidina Abu Bakar dilantik dan menjadi khalifah pertama umat Islam.
Perlantikan Saidina Abu Bakar mendapat tentangan daripada beberapa orang yang ingin melantik Saidina Ali Abi Talib sebagai khalifah kerana Saidina Ali antaranya ialah golongan Syiah. Tentangan itu tamat selepas Saidina Ali Abi Talib membaiahkan Saidina Abu Bakar. Antara kejayaan yang diperoleh Saidina Abu Bakar ialah melancarkan kempen untuk menghapuskan golongan Riddah dan nabi palsu dalam siri Peperangan Islam-Riddah, pengumpulan Al Quran, dan berjaya menawan beberapa kawasan milik Empayar Parsi dan Byzantine.
Beliau wafat pada tahun 634.

selengkapnya;
Abu Bakar as-Siddiq (Arab: أبو بكر الصديق‎ Abū Bakr al-Siddīq) ialah khalifah pertama orang Muslim dari tahun 632-634. Beliau pada awalnya digelar Abdul Kaabah (hamba Kaabah) tetapi selepas pengislamannya, beliau menukar namanya kepada Abdullah. Namun beliau selalu digelar Abu Bakar (daripada perkataan Arab Bakar yang bermaksud unta muda) kerana beliau amat gemar membiak unta. Beliau amat terkenal dengan gelaran As-Siddiq (yang membenarkan). Nama sebenar beliau ialah Abdullah ibni Abi Qahafah

kehidupan awal
Saidina Abu Bakar As-Siddiq merupakan sahabat Nabi Muhammad s.a.w. yang paling rapat sekali. Semasa Nabi Muhammad s.a.w. berhijrah dari Makkah ke Madinah pada tahun 622, hanya beliau seorang yang mengikuti Rasulullah s.a.w. tanpa ditemani oleh orang lain. Rasulullah S.A.W mengahwini anak perempuan beliau iaitu Saidatina Aishah tidak lama selepas penghijrahan ke Madinah berlaku. Pernah menjadi kaya, dia juga dikenangi kerana jasanya membebaskan beberapa hamba yang beragama Islam daripada tuan mereka yang kafir termasuklah Bilal Bin Rabah. Beliau juga merupakan salah seorang Muslim yang pertama sekali memeluk Islam. Beliau seorang yang jujur, berbudi pekerti, adil, tegas dan memiliki sifat yang terpuji. Dilahirkan 2 tahun selepas kelahiran Rasulullah S.A.W.
Beliau mendapat gelaran as-Siddiq kerana sentiasa membenarkan setiap perkataan dan tindakan Rasulullah S.A.W. Peristiwa yang membawa kepada gelaran ini ialah apabila berlakunya peristiwa Isra dan Mi'raj yang telah dialami oleh Rasulullah S.A.W. Apabila orang ramai mengatakan baginda berdusta, malah ada dikalangan sahabat yang ragu-ragu tentang peristiwa tersebut, Saidina Abu Bakar menjadi orang pertama membenarkan dan mempercayai peristiwa tersebut dengan penuh keyakinan tanpa ragu-ragu.

menjadi Khalifah pertama
Semasa Rasulullah s.a.w. sedang sakit tenat, baginda mengarahkan supaya Saidina Abu Bakar mengimamkan solat orang Islam. Selepas kewafatan Nabi Muhammad s.a.w., sebuah majlis yang dihadiri oleh golongan Ansar dan Muhajirin ditubuhkan untuk melantik seorang khalifah bagi memimpin umat Islam. Hasil daripada perjumpaan itu, Saidina Abu Bakar dilantik dan menjadi khalifah pertama umat Islam.
Perlantikan Saidina Abu Bakar mendapat tentangan daripada beberapa orang yang ingin melantik Saidina Ali Abi Talib sebagai khalifah kerana Saidina Ali merupakan menantu dan sepupu Rasulullah s.a.w. Golongan Syiah yang merupakan golongan daripada keluarga Bani Hashim menentang perlantikan Saidina Abu Bakar. Tentangan itu tamat selepas Saidina Ali Abi Talib membaihkan Saidina Abu Bakar. Ada pendapat mengatakan bahawa Saidina Ali Abi Talib hanya membaihkan Saidina Abu Bakar selepas enam bulan.

peperangan Islam Riddah
Masalah mula timbul apabila Saidina Abu Bakar dilantik menjadi khalifah. Masalah ini mengugat kestabilan dan keamanan kerajaan Islam. Banyak puak-puak Arab memberontak dan menentang khalifah. Sesetengah daripada mereka enggan membayar zakat manakala ada pula yang kembali kepada menyembah berhala dan mengikut tradisi lama mereka. Puak-puak ini mendakwa bahawa mereka hanya menurut perintah Rasulullah s.a.w. dan memandangkan Rasulullah s.a.w. telah wafat maka mereka tidak perlu lagi mengikut ajaran Islam dan mereka telah bebas.
Saidina Abu Bakar menegaskan bahawa mereka bukan sahaja menyatakan taat sembah kepada seorang pemimpin malah mereka kini tergolong dalam golongan Muslim. Ada diantara mereka mendakwa bahawa mereka ialah nabi dan rasul. Bagi menumpaskan penghinaan dan perbuatan murtad ini maka Saidina Abu Bakar melancarkan perang terhadap golongan yang digelar golongan Riddah. Hal ini merupakan permulaan siri Peperangan Islam-Riddah. Antara orang yang mengaku menjadi nabi ialah Musailamah al-Kazzab. Khalid Al-Walid berjaya menumpaskan Musailimah dalam suatu pertempuran.

ekspedisi ke utara
Selepas berjaya mengurangkan golongan riddah, Saidina Abu Bakar mula menghantar panglima-panglima perang Islam ke utara untuk memerangi Byzantine (Rom Timur) dan Empayar Parsi. Khalid Al-Walid berjaya menawan Iraq dalam hanya satu kempen ketenteraan. Beliau juga menempuh kejayaan dalam beberapa ekspedisi ke Syria. Menurut seorang orientalis Barat, kempen Saidina Abu Bakar hanyalah sebuah lanjutan daripada Perang Riddah. Hal ini jelas salah memandangkan kebanyakan golongan riddah terletak di selatan Semenanjung Arab dan bukannya di utara.

Pengumpulan al-Quran
Menurut ahli sejarah Islam, selepas siri Peperangan Islam-Riddah ramai orang yang mahir menghafaz al-Quran terbunuh. Saidina Umar Al-Khatab (khalifah yang berikutnya) meminta Saidina Abu Bakar untuk mula menjalankan aktviti pengumpulan semula ayat-ayat al-Quran[3]. Saidina Uthman Affan kemudiannya melengkapkan aktiviti pengumpulan al-Quran semasa beliau menjadi khalifah.

Kewafatan Saidina Abu Bakar
Saidina Abu Bakar wafat pada 23 Ogos 634 di Madinah iaitu dua tahun selepas menjadi khalifah. Ada dua pendapat mengenai sebab kematian Saidina Abu Bakar. Ada yang mengatakan disebabkan keracunan dan ada pula yang mengatakan Saidina Abu Bakar meninggal dunia secara biasa. Sebelum kewafatannya, Saidina Abu Bakar mengesa masyarakat menerima Saidina Umar Al-Khatab sebagai khalifah yang baru.
Saidina Abu Bakar dikebumikan di sebelah makam Nabi Muhammad s.a.w. di Masjid an-Nabawi yang terletak di Madinah. 

Sumbangan Saidina Abu Bakar
Saidina Abu Bakar walaupun hanya memerintah selama dua tahun (632-634), tetapi beliau banyak menyumbang terhadap perkembangan Islam. Beliau berjaya menumpaskan golongan Riddah yang ada diantaranya murtad dan ada diantaranya mengaku sebagai nabi. Beliau juga mula mengumpulkan ayat-ayat al-Quran dan beliau juga berjaya meluaskan pengaruh Islam


Khalifah Umar al-Khatab

Semasa pemerintahan singkat Saidina Abu Bakar, Saidina Umar merupakan penasihat Saidina Abu Bakar. Saidina Abu Bakar mencalonkan Saidina Umar sebagai penggantinya sebelum kematiannya pada tahun 634 masihi. Dengan itu Saidina Umar menjadi khalifah kedua umat Islam.
Semasa pemerintah Saidina Umar, empayar Islam berkembang dengan pesat; menawan Mesopotamia dan sebahagian kawasan Parsi daripada Empayar Parsi (berjaya menamatkan Empayar Parsi), dan menawan Mesir, Palestin, Syria, Afrika Utara, dan Armenia daripada Byzantine (Rom Timur). Pada tahun 638, selepas pengempungan Baitulmuqaddis yang agak lama, tentera Islam berjaya menakluk kota tersebut.
Saidina Umar banyak melakukan perubahan terhadap sistem pemerintahan Islam seperti menubuhkan pentadbiran baru di kawasan yang baru ditakluk, memberi upah kepada tentera & membuat jadual giliran bertugas, mewujudkan pejabat pos untuk surat menyurat, menyelaras aliran sungai untuk tujuan penanaman dan melantik panglima-panglima perang yang berkebolehan. Semasa pemerintahannya juga kota Basra dan Kufah dibina.
Saidina Umar wafat pada tahun 644 selepas dibunuh oleh seorang hamba Parsi yang bernama Abu Lu'lu'ah.

selengkapnnya;
Saidina Umar al-Khattab (Arab, عمر بن الخطاب) (c. 581 - November, 644), kadang-kadang dipanggil juga sebagai Umar al-Farooq ataupun Omar atau Umar ialah daripada Bani Adi iaitu salah satu golongan puak Bani Adi,Quraisy. Dia menjadi khalifah kedua Islam pada 23 Ogos (633-644) bersamaan 22 Jamadilakhir tahun 13 Hijrah dan merupakan salah satu khalifah di dalam Khulafa al-Rasyidin.

Kehidupan awal
Saidina Umar dilahirkan di Makkah.Bapanya bernama Khattab bin Nufaul Bin Abdul Uzza. Beliau dikatakan terdiri daripada golongan kelas pertengahan. Beliau juga berilmu iaitu merupakan perkara yang amat jarang pada masa tersebut dan juga merupakan seorang pejuang dan wira yang gagah dan terkenal kerana kegagahannya. 

Memeluk Islam
Semasa Nabi Muhammad s.a.w. mula menyebarkan Islam secara terang-terangan, Saidina Umar mempertahankan ajaran tradisi masyarakat Quraisy. Saidina Umar ialah antara orang yang paling kuat menentang Islam pada masa itu.
Menurut ahli sejarah Islam, semasa Saidina Umar dalam perjalanan untuk membunuh Rasulullah s.a.w., beliau bertembung dengan seseorang yang mengatakan bahawa beliau haruslah membunuh adik perempuannya dahulu memandangkan adiknya telah memeluk Islam.
Saidina Umar pergi ke rumah adiknya dan mendapati adiknya sedang membaca Al Quran. Dalam keadaan yang marah dan kecewa beliau memukul adiknya. Apabila melihat adiknya berdarah, beliau meminta maaf dan sebagai balasan beliau akan membaca secebis ayat Al Quran kepada adiknya. Beliau berasa terharu apabila mendengar ayat-ayat Al Quran yang begitu indah sehinggakan beliau memeluk Islam pada hari itu juga.
Selepas peristiwa terbabit, beliau berjanji akan melindungi Islam sehingga ke titisan darah terakhir.

Saidina Umar di Madinah
Saidina umar merupakan antara individu yang berhijrah ke Yathrib (kemudiannya dikenali sebagai Madinah). Dia merupakan salah seorang daripada Sahabat Rasulullah s.a.w..
Pada tahun 625, anak perempuan Saidina Umar iaitu Hafsa mengahwini Nabi Muhammad s.a.w.
  
Pemerintahan Saidina Umar
Semasa pemerintah Saidina Umar, empayar Islam berkembang dengan pesat; menawan Mesopotamia dan sebahagian kawasan Parsi daripada Empayar Parsi (berjaya menamatkan Empayar Parsi), dan menawan Mesir, Palestin, Syria, Afrika Utara, dan Armenia daripada Byzantine (Rom Timur). Ada diantara pertempuran ini menunjukkan ketangkasan tentera Islam seperti Perang Yarmuk yang menyaksikan tentera Islam yang berjumlah 40,000 orang menumpaskan tentera Byzantine yang berjumlah 120,000 orang. Hal ini mengakhiri pemerintahan Byzantine di selatan Asia Kecil.
Pada tahun 637, selepas pengempungan Baitulmuqaddis yang agak lama, tentera Islam berjaya menakluk kota tersebut. Paderi besar Baitulmuqaddis iaitu Sophronius menyerahkan kunci kota itu kepada Saidina Umar. Beliau kemudiannya mengajak Saidina Umar supaya bersembahyang di dalam gereja besar Kristian iaitu gereja Church of the Holy Sepulchre. Saidina Umar menolak dan sebaliknya menunaikan solat tidak beberapa jauh daripada gereja tersebut kerana tidak ingin mencemarkan status gereja tersebut sebagai pusat keagamaan Kristian. 50 tahun kemudian, sebuah masjid yang digelar Masjid Umar dibina di tempat Saidina Umar menunaikan solat.
Saidina Umar banyak melakukan reformasi terhadap sistem pemerintahan Islam seperti menubuhkan pentadbiran baru di kawasan yang baru ditakluk dan melantik panglima-panglima perang yang berkebolehan. Semasa pemerintahannya juga kota Basra dan Kufah dibina.
Saidina Umar juga amat dikenali kerana kehidupannya yang sederhana.

Wafatnya Saidina Umar
Saidina Umar wafat pada tahun 644 selepas dibunuh oleh seorang hamba Majusi menyembah apiParsi yang bernama Abu Lu'lu'ahatau Fairuz. Abu Lu'lu'ah menikam Saidina Umar kerana menyimpan dendam terhadap Saidina Umar. Dia menikam Saidina Umar sebanyak enam kali sewaktu Saidina Umar menjadi imam di Masjid al-Nabawi, Madinah.
Saidina Umar meninggal dunia dua hari kemudian dan dikebumikan di sebelah makam Nabi Muhammad s.a.w. dan makam Saidina Abu Bakar. Saidina Uthman Affan dilantik menjadi khalifah selepas kematiannya..

Khalifah Usman Affan

Saidina Usman menjadi khalifah selepas Saidina Umar Al-Khatab dibunuh pada tahun 644. Beliau memerintah selama dua belas tahun iaitu dari tahun 644 sehingga tahun 656. Antara pembaharuan yang dibuat ialah menubuhkan Angkatan Tentera Laut yang diketuai oleh Muawiyah dan membuat dasar terbuka dalam hubungan politik & urusan dagangan
Semasa pemerintahannya, keseluruhan Iran, sebahagian daripada Afrika Utara, dan Cyprus menjadi sebahagian daripada empayar Islam.
Saidina Uthman wafat pada tahun 656 akibat dibunuh oleh pemberontak yang tidak puas hati dengan pemerintahannya.

selengkapnya;
Uthman bin Affan (Arab: عثمان بن عفان) merupakan salah seorang sahabat Nabi Muhammad S.A.W. Ketika beliau menjadi khalifah, berlaku pertelingkahan dikalangan umat Islam mengenai cara bacaan Al-Quran. Disebabkan oleh itu Uthman bin Affan telah meminjam suhuf, (kumpulan penulisan Al-Quran daripada Hafsa. Selepas itu Uthman bin Affan telah memerintahkan empat orang sahabat untuk menyalin semula Al-Quran dalam bentuk yang sempurna yang dikenali sebagai Mushaf Uthman. Salinan Mushaf Uthman tersebut dihantar keseluruh pusat jajahan bagi mengantikan salinan-salinan yang lain.

Biografi
Saidina Uthman dilahirkan di dalam sebuah keluarga Quraish yang kaya di Makkah beberapa tahun selepas kelahiran Nabi Muhammad s.a.w.. Dia ialah salah seorang daripada orang yang pertama sekali memeluk Islam dan amat dikenali kerana sifat dermawannya kepada orang yang susah. Beliau juga berhijrah ke Habshah dan kemudian penghijrahan dari Makkah ke Madinah.

Perkembangan Islam semasa pemerintahan Saidina Usman
Saidina Usman menjadi khalifah selepas Saidina Umar Al-Khattab dibunuh pada tahun 644. Beliau memerintah selama dua belas tahun iaitu dari tahun 644 sehingga tahun 656. Semasa pemerintahannya, keseluruhan Iran, sebahagian daripada Afrika Utara, dan Cyprus menjadi sebahagian daripada empayar Islam. Adalah dikatakan bahawa Saidina Uthman melantik saudaranya sebagai pentadbir jajahan baru Islam. Enam tahun pertama pemerintahannya dianggap aman manakala enam tahun terakhir pula dianggap keadaan huru-hara. Beliau juga berjaya menghabiskan usaha pengumpulan al-Quran yang dimulakan oleh Saidina Abu Bakar (khalifah pertama Islam). Hingga hari ini, kita gunakan Mushaf Uthmani.

Pandangan ahli Sunah mengenai Saidina Usman
Menurut pandangan ahli Sunah Waljamaah, dia mengahwini dua orang puteri Rasulullah s.a.w. dalam masa yang berbeza(beliau digelar zunurain). Saidina Usman R.Anhu salah seorang dijanjikan syurga.

Pandangan Syiah mengenai Saidina Usman
Golongan Syiah percaya bahawa Saidina Ali Abi Talib yang sepatutnya menjadi khalifah memandangkan beliau ialah sepupu dan menantu Nabi Muhammad s.a.w.. Mereka percaya bahawa Saidina Usman tamak dan mementingkan saudara sendiri dalam melantik pentadbir baru tanah jajahan Islam.


Khalifah Ali bin Abu Talib

Pada tahun 656 masihi, khalifah ketiga Islam iaitu Saidina Uthman Affan wafat kerana dibunuh di dalam rumahnya sendiri. Segelintir masyarakat kemudiannya mencadangkan Saidina Ali supaya menjadi khalifah tetapi Saidina Ali menolak. Tetapi selepas didesak oleh pengikutnya, beliau akhirnya menerima untuk menjadi khalifah.
Ketika pemerintahannya telah terjadi dua perang saudara di kalangan umat Islam iaitu Perang Jamal (Perang Unta) antara tentera pimpinan Saidina Ali dengan pengikut Aishah binti Abu Bakar, Zubair ibn Awwam dan Talhah ibn Ubaidillah yang mengakibatkan Zubair dan Talhah terkorban sementara Perang Siffin pula membabitkan penentangan Muawiyah yang ketika itu berpusat di Damsyik. Dalam peperangan ini, Ammar ibn Yasir terkorban. Penentangan ini berjaya ditamatkan apabila empayar Islam dipecahkan kepada dua.
Saidina Ali wafat pada tahun 661 akibat dibunuh ketika beliau hendak bersolat subuh.

selengkapnya;
Saidina Ali Abi Talib (Arab: علي بن أبي طالب‎) ialah Imam Islam pertama selepas Rasulullah SAW dan khalifah terakhir Islam daripada Khulafa al-Rasyidin. Beliau juga ialah sepupu dan menantu Nabi Muhammad s.a.w. selepas mengahwini anak perempuan Rasulullah s.a.w. iaitu Fatimah.

Kehidupan awal
Saidina Ali dilahirkan di Makkah pada tahun 598. Bapa Saidina Ali, Abu Talib ialah pembesar puak Quraisy dan juga ialah bapa saudara Nabi Muhammad s.a.w.. Semasa Nabi Muhammad s.a.w. menerima wahyu daripada Allah s.w.t., Saidina Ali merupakan kanak-kanak pertama memeluk Islam.
Saidina Ali sentiasa menyokong Nabi Muhammad s.a.w. semasa kezaliman terhadap orang Muslim berlaku. Pada tahun 622 masihi, semasa peristiwa hijrah berlaku, Saidina Ali mengambil risiko dengan tidur di katil Rasulullah s.a.w. lantas berjaya mengelakkan satu percubaan membunuh baginda.



Saidina Ali di Madinah
Semasa berlakunya Perang Badar, Saidina Ali menumpaskan seorang jaguh Quraisy iaitu Walid ibni Utba di samping askar-askar Makkah yang lain. disamping itu para sahabat Rasulullah juga memainkan peranan yang penting di sisi Nabi sebagai pejuang agama Allah. Beliau mengahwini Fatimah az-Zahra, anak Rasulullah s.a.w. Ketika itu beliau berumur 25 tahun dan Siti Fatimah berumur 18 tahun. Kerana kemiskinannya Saidina Ali menjual baju besi perangnya untuk dijadikan mahar. walaupun begitu para sahabat lain seperti Saidina Abu Bakar, Saidina Umar, Saidina Usman dan Saidina Abdul Rahman bin Auf berbesar hati mengeluarkan perbelanjaan majlis perkahwinan kedua pengantin itu demi memuliakan Rasulullah SAW, kekasih yang amat mereka cintai.
Sepanjang sepuluh tahun Nabi Muhammad s.a.w. mengetuai penduduk Madinah, Saidina Ali senantiasa menolong dan membantu baginda demi kemajuan umat Islam.

Kewafatan Nabi Muhammad s.a.w.
Selepas wafatnya Nabi Muhammad s.a.w. pada tahun 632 masihi, Saidina Abu Bakar dilantik menjadi khalifah pertama umat Islam. Adalah dikatakan bahawa Saidina Ali terus menerima Saidina Abu Bakar sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW sekali gus menafikan fitnah yang dilontarkan oleh kaum Syiah. Ahli Sunah Waljamaah percaya perlantikan Saidina Abu Bakar merupakan sesuatu yang tepat sekali mengikut syariat Allah dan Rasulullah. Malah Saiyidina Ali menjadi salah seorang tentera Islam di bawah pemerintahan Saiyidina Abu Bakar untuk memerangi kaum yang murtad dan tidak mahu membayar zakat. Golongan Syiah pula percaya memandangkan Saidina Ali merupakan menantu dan sepupu kepada Rasulullah s.a.w. maka beliaulah yang seharusnya dilantik menjadi khalifah.

Menjadi khalifah ke-4
Pada tahun 656 masihi, khalifah ketiga Islam iaitu Saidina Uthman bin Affan wafat kerana dibunuh oleh puak pemberontak di dalam rumahnya sendiri. Pemberontakan mereka atas sebab tidak puas hati dengan Saidina Uthman yang dikatakan mengamalkan nepotisme dan menggunakan harta baitul mal untuk keluarganya. Atas keputusan ahli Syura mencadangkan Saidina Ali supaya menjadi khalifah tetapi Saidina Ali menolak. Tetapi selepas didesak, beliau akhirnya menerima untuk menjadi khalifah.

Pentadbiran Saidina Ali
Perkara pertama beliau lakukan selepas dilantik menjadi khalifah ialah mencari pembunuh saidina Uthman mengikut saluran undang-undang Islam. dengan menghapuskan pemberontakan yang hendak dibuat oleh golongan Rafidhah yang menghasut para sahabat. Isteri Rasulullah iaitu Ummul Mukminin Saidatina Aisyah, dan dua orang sahabat Nabi iaitu Talhah ibn Ubaidillah dan Zubair ibn Awwam telah terlibat sama. Pemberontakan itu berjaya ditumpaskan oleh Saidina Ali dalam Perang Jamal (juga dikenali sebagai Perang Unta). Dalam peperangan ini, Talhah dan Zubair terkorban akibat dibunuh oleh golongan Rafidhah yang mengaku sebagai pengikut Saidina Ali. Manakala Saidatina Aisyah dikembalikan ke Madinah oleh Saidina Ali. Beliau menjalankan satu misi dengan mengarahkan 100 orang wanita menyamar lelaki dan menutup muka, lalu menarik unta Ummul Mukminin Aisyah kembali ke Madinah.
Namun ada juga yang mengatakan: Keluarnya Aisyah bersama Thalhah dan Az Zubair bin Al Awwam ke Bashrah dalam rangka mempersatukan kekuatan mereka bersama Ali bin Abi Thalib untuk menegakkan hukum qishash terhadap para pembunuh Utsman bin Affan. Hanya saja Ali bin Abi Thalib meminta penundaan untuk menunaikan permintaan qishash tersebut. Ini semua mereka lakukan berdasarkan ijtihad walaupun Ali bin Abi Thalib lebih mendekati kebenaran daripada mereka. (Daf'ul Kadzib 216-217)
Selepas itu, Saidina Ali melantik gabenor-gabenor baru bagi menggantikan pentadbir-pentadbir yang dilantik oleh Saidina Uthman. Saidina Ali memindahkan pusat pentadbiran Islam daripada Madinah ke Kufah, Iraq. Kota Damsyik, Syria pula ditadbir oleh Muawiyah, Gabebor Syria dan saudara Saidina Uthman. Muawiyah telah dilantik sebagai Gabenor pada masa pemerintahan Saidina Umar lagi.
Muawiyah, yang menyimpan cita-cita politik yang besar, berpendapat bahawa siasatan berkenaan dengan pembunuhan Saidina Uthman adalah merupakan keutamaan bagi negara ketika itu dan beliau ingin mengetahui siapakah pembunuh Saidina Uthman dan pembunuh tersebut mestilah dihukum qisas. Bagi Saidina Ali, beliau berpendapat keadaan dalam negara hendaklah diamankan terlebih dahulu dengan seluruh penduduk berbaiah kepadanya sebelum beliau menyiasat kes pembunuhan Saidina Uthman. Muawiyah kemudiannnya menyatakan rasa kesal dengan kelambatan Saidina Ali menyiasat kematian Saidina Uthman, lalu melancarkan serangan ke atas Saidina Ali. Akhirnya terjadilah Perang Siffin di antara Muawiyah dan Saidina Ali. Di dalam peperangan ini antara para sahabat yang terlibat adalah Amru Al-Ash, Ammar ibn Yasir, Abdullah ibn Amru Al Ash, Abdullah ibn Abbas.
Ada di antara para sahabat bersikap berkecuali di dalam hal ini. Antaranya adalah Abdullah ibn Umar, Muhammad ibn Maslamah, Sa'ad ibn Abi Waqqas, Usamah ibn Zaid.

 

Garis masa Khulafa al-Rasyidin

Dimaklumkan bahawa catatan masa tahun-tahun pemeritahan khalifah tidak berlaku pada hari pertama tahun baru.


 

Kronologi Khulafa al-Rasyidin

Islam vs Romawi


   Perang Mu’tah ; Heroik, 3.000 VS 200.000 


PERTEMPURAN paling heroik dan dahsyat yang dialami umat Islam di era awal perkembangan Islam adalah saat mereka yang hanya berkekuatan 3000 orang melawan pasukan terkuat di muka bumi saat itu, Pasukan Romawi dengan kaisarnya Heraclius yang membawa pasukan sebanyak 200.000. Pasukan super besar tersebut merupakan pasukan aliansi antara kaum Nashara Romawi dan Nashara Arab sekitar dataran Syam, jajahan Romawi. Perang terjadi di daerah Mu’tah –sehingga sejarawan menyebutnya perang Mu’tah- (sekitar yordania sekarang), pada tanggal 5 Jumadil Awal tahun 8 H atau tahun 629 M.



Latar Belakang

Penyebab perang Mu’tah ini bermula ketika Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam mengirim utusan bernama al-Harits bin Umair al-‘Azdi yang akan dikirim ke penguasa Bashra. Di tengah perjalanan, utusan itu ditangkap Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani dari bani Gasshaniyah (daerah jajahan romawi) dan dibawa ke hadapan kaisar Romawi Heraclius. Setelah itu kepalanya dipenggal. Pelecehan dan pembunuhan utusan negara termasuk menyalahi aturan politik dunia. Membunuh utusan sama saja ajakan untuk berperang. Hal inilah yang membuat beliau marah.

Mendengar utusan damainya dibunuh, Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam sangat sedih. Setelah sebelumnya berunding dengan para Sahabat, lalu diutuslah pasukan muslimin untuk berangkat ke daerah Syam. Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam sadar melawan penguasa Bushra berarti juga melawan pasukan Romawi yang notabene adalah pasukan terbesar dan terkuat di muka bumi ketika itu. Namun ini harus dilakukan karena bisa saja suatu saat pasukan lawan akan menyerang Madinah. Kelak pertempuran ini adalah awal dari pertempuran Arab - Bizantium.

Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam berkata “Pasukan ini dipimpin oleh Zaid bin Haritsah, bila ia gugur komando dipegang oleh Jakfar bin Abu Thalib, bila gugur pula panji diambil oleh Abdullah bin Rawahah –saat itu beliau meneteskan air mata- selanjutnya bendera itu dipegang oleh seorang ‘pedang Allah’ dan Akhirnya Allah Subhânahu wata‘âlâ memberikan kemenangan. (HR. al-Bukhari)



Peperangan yang Sengit

Kaum Muslimin bergerak meninggalkan Madinah. Musuh pun mendengar keberangkatan mereka. Dipersiapkanlah pasukan super besar guna menghadapi kekuatan kaum Muslimin. Heraclius mengerahkan lebih dari 100.000 tentara Romawi sedangkan Syurahbil bin ‘Amr mengerahkan 100.000 tentara yang terdiri dari kabilah Lakham, Juzdan, Qain dan Bahra‘. Kedua pasukan bergabung.

Mendengar kekuatan musuh yang begitu besar, kaum Muslimin berhenti selama dua malam di daerah bernama Mu’an guna merundingkan apa langkah yang akan diambil. Beberapa orang berpendapat, “Sebaiknya kita menulis surat kepada Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam, melaporkan kekuatan musuh. Mungkin beliau akan menambah kekuatan kita dengan pasukan yang lebih besar lagi, atau memerintahkan sesuatu yang harus kita lakukan.” Tetapi Abdullah bin Rawahah tidak menyetujui pendapat tersebut. Bahkan ia mengobarkan semangat pasukan dengan ucapan berapi-api:

“Demi Allah Subhânahu wata‘âlâ, sesungguhnya apa yang kalian tidak sukai ini adalah sesuatu yang kalian keluar mencarinya, yaitu syahid (gugur di medan perang). Kita tidak berperang karena jumlah pasukan atau besarnya kekuatan. Kita berjuang semata-mata untuk agama ini yang Allah Subhânahu wata‘âlâ telah memuliakan kita dengannya. Majulah! Hanya ada salah satu dari dua kebaikan; menang atau gugur (syahid) di medan perang.” Lalu mereka mengatakan, “ Demi Allah, Ibnu Rawahah berkata benar.”

Terjadilah perang di daerah Mu’tah (sekitar Yordania sekarang). Perang dimulai. Komandan pasukan, Zaid bin Haritsah bertempur heroik, membabat pedangnya kesana kemari, menghabisi pasukan Romawi. Perlawanannya harus terhenti setelah ia tersungkur dari kudanya karena kudanya berhasil di ditombak. Zaid gugur setelah ditebas pedang lawan.

Lalu komandan perang dipegang Jakfar bin Abu Thalib. Jakfar bertempur dengan gagah berani sambil memegang bendera pasukan. Tiba-tiba tangan kirinya putus tertebas pedang musuh. Lalu bendera dipegang tangan kanannya. Namun tangan kanannya pun ditebas. Dalam kondisi demikian, semangat beliau tidak surut, ia tetap berusaha mempertahankan bendera dengan cara memeluknya sampai beliau gugur oleh senjata lawan. Berdasarkan keterangan Ibnu Umar Radhiyallâhu ‘anhu, salah seorang saksi mata yang ikut serta dalam perang itu, terdapat tidak kurang 90 luka di bagian tubuh depan beliau akibat tusukan pedang dan anak panah.

Selanjutnya komando pasukan diambil alih oleh Abdullah bin Rawahah. Namun nasibnya pun sama, gugur sebagai syuhada. Tsabit bin Arqam Radhiyallâhu ‘anhu mengambil bendera yang tidak bertuan itu dan berteriak memanggil para Sahabat Nabi agar menentukan pengganti yang memimpin kaum muslimin. Maka, pilihan mereka jatuh pada Khalid bin Walid Radhiyallâhu ‘anhu yang terkenal sebagai seorang yang punya strategi perang yang handal. Ini adalah peperangan pertamanya, karena belum lama dia masuk Islam.

Khalid bin Walid Radhiyallâhu ‘anhu sangat sadar, tidaklah mungkin menandingi pasukan sebesar pasukan Romawi tanpa siasat yang jitu. Ia lalu mengatur strategi, ditebarkan rasa takut ke diri musuh dengan selalu formasi pasukan setiap hari. Pasukan di barisan depan ditukar dibelakang, dan yang dibelakang berada didepan. Pasukan sayap kanan berganti posisi ke kiri begitupun sebaliknya. Tujuannya adalah agar pasukan romawi mengira pasukan muslimin mendapat bantuan tambahan pasukan baru.

Khalid bin Walid memerintahkan beberapa kelompok prajurit kaum muslimin pada pagi harinya agar berjalan dari arah kejauhan menuju medan perang dengan menarik pelepah-pelepah pohon sehingga dari kejauhan terlihat seperti pasukan bantuan yg datang dengan membuat debu-debu berterbangan. Pasukan musuh yg menyaksikan peristiwa tersebut mengira bahwa pasukan muslim benar-benar mendapatkan bala bantuan. Mereka berpikir, bahwa kemarin dengan 3000 orang pasukan saja merasa kewalahan, apalagi jika datang pasukan bantuan. Karena itu, pasukan musuh merasa takut dan akhirnya mengundurkan diri dari medan pertempuran. Pasukan Islam lalu kembali ke Madinah, mereka tidak mengejar pasukan Romawi yang lari, karena dengan mundurnya pasukan Romawi berarti Islam sudah menang.



Menang atau Imbang

Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam menyebutkan bahwa pertempuran ini berakhir imbang. Hal karena kedua belah pasukan sama-sama menarik mundur pasukannya yang lebih dahulu dilakukan oleh Romawi. Sedangkan Ibnu Katsir menyebutkan bahwa dalam pertempuran ini kemenangan berada di tangan Muslim.

Sebenarnya tanpa ada justifikasi kemenanganpun akan diketahui ada dipihak siapa. Keberanian pasukan yang hanya berjumlah 3.000 dengan gagah berani menghadapi dan dapat mengimbangi pasukan yang sangat besar dan bersenjata lebih canggih dan lengkap cukup menjadi bukti. Bahkan jika menghitung jumlah korban dalam perang itu siapapun akan langsung mengatakan bahwa umat islam menang. Mengingat korban dari pihak muslim hanya 12 orang, (Menurut riwayat Ibnu Ishaq 8 orang, sedang dalam kitab as-Sîrah ash-Shahîhah (hal.468) 13 orang) sedangkan pasukan Romawi tercatat sekitar 20.000 orang.

Perang ini adalah perang yang sangat sengit meski jumlah korban hanya sedikit dari pihak muslim. Di dalam peperangan ini Khalid Radhiyallâhu ‘anhu telah menunjukkan suatu kegigihan yang sangat mengagumkan. Imam Bukhari meriwayatkan dari Khalid sendiri bahwa ia berkata: “Dalam perang Mu‘tah, sembilan bilah pedang patah di tanganku kecuali sebilah pedang kecil dari Yaman.” Ibnu Hajar mengatakan, Hadis ini menunjukkan bahwa kaum Muslimin telah banyak membunuh musuh mereka.

Referensi: Muhammad bin Ishaq, as-Sîrah an-Nabawiyyah li-bni Ishaq Ad-Dimisyqiy, Abu al-Fida’ al-Hafidz Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa Nihayah, dan as-Sîrah an-Nabawiyyah li Ibni Katsir.


Sabtu, 20 Agustus 2011

Perjanjian Hudaibiyyah


Perjanjian Hudaibiyyah (Arab:صلح الحديبية) adalah sebuah perjanjian yang di adakan di sebuah tempat di antara Madinah dan Mekkah pada bulan Maret 628 M (Dzulqaidah, 6 H)



Latar belakang

Pada tahun 628 M, sekitar 1400 Muslim berangkat ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji. Mereka mempersiapkan hewan kurban untuk dipersembahkan kepada kaum Quraisy. Quraisy, walaupun begitu, menyiagakan pasukannya untuk menahan Muslim agar tidak masuk ke Mekkah. Pada waktu ini, bangsa Arab benar benar bersiaga terhadap kekuatan militer Islam yang sedang berkembang. Nabi Muhammad mencoba agar tidak terjadi pertumpahan darah di Mekkah, karena Mekkah adalah tempat suci.
Akhirnya kaum Muslim setuju, bahwa jalur diplomasi lebih baik daripada berperang. Kejadian ini dituliskan pada surah Al-Fath ayat 4 :
هو الذي انزل السكينة في قلوب المؤمينين
yaitu bermakna bahwa Allah telah memberikan ketenangan bagi hati mereka agar iman mereka bisa bertambah.


Perjanjian

Garis besar Perjanjian Hudaibiyah berisi : "Dengan nama Tuhan. Ini perjanjian antara Muhammad (SAW) dan Suhail bin 'Amru, perwakilan Quraisy. Tidak ada peperangan dalam jangka waktu sepuluh tahun. Siapapun yang ingin mengikuti Muhammad (SAW), diperbolehkan secara bebas. Dan siapapun yang ingin mengikuti Quraisy, diperbolehkan secara bebas. Seorang pemuda, yang masih berayah atau berpenjaga, jika mengikuti Muhammad (SAW) tanpa izin, maka akan dikembalikan lagi ke ayahnya dan penjaganya. Bila seorang mengikuti Quraisy, maka ia tidak akan dikembalikan. Tahun ini Muhammad (SAW) akan kembali ke Madinah. Tapi tahun depan, mereka dapat masuk ke Mekkah, untuk melakukan tawaf disana selama tiga hari. Selama tiga hari itu, penduduk Quraisy akan mundur ke bukit-bukit. Mereka haruslah tidak bersenjata saat memasuki Mekkah"



Manfaat perjanjian

Manfaat Hudaibiyah bagi kaum Muslim adalah :
  • Bebas dalam menunaikan agama Islam
  • Tidak ada teror dari Quraisy
  • Mengajak kerajaan-kerajaan luar seperti Ethiopia-afrika untuk masuk Islam




Hasil

Perjanjian Hudaibiyah ternyata dilanggar oleh Quraisy, tapi kaum Muslim bisa membalasnya dengan penaklukan Mekkah (Fathul Makkah) pada tahun 630 M
Kaum Muslim berpasukan sekitar 10000 tentara. Di Mekkah, mereka hanya menemui sedikit rintangan. Setelah itu, mereka meruntuhkan segala simbol keberhalaan di depan Ka'bah